Close
Yajña Kasada (Bagian 4-selesai) ~ Dari Alam dan Kembali ke Alam
Salah satu Dukun, membacakan dua bait mantra tanpa salah dan terputus sebagai salah satu ritual dalam Upacara Yajña Kasada.

Yajña Kasada (Bagian 4-selesai) ~ Dari Alam dan Kembali ke Alam

Hong ulun basuki langgeng.

Jhedhug…jhedhug…jhedhug…

Hai, Sahabat? Tahukah suara itu dari mana? Dari sini, lo. Iya, sini. Kami sedang berdebar-debar, nih. Beberapa jam ke depan, akan berlangsung acara yang kami tunggu-tunggu. Yajña Kasada.

Menjelang Yajña Kasada

Sekarang, hari keempat kami berada di bawah naungan gunung Bromo, 10 Juli 2017. Kami berangkat dari penginapan sejak pukul 9 malam. Ada yang bilang, acara akan dimulai pukul 12 malam, ada yang bilang juga jam 12 malam itu masih mulai berangkat dari rumah masing-masing. Ada seorang Sahabat yang pernah ke sini dan bilang kalau acara masih dimulai pukul 3 pagi. Akhirnya, untuk berjaga-jaga, kami berangkat lebih awal saja. Agar tidak terjebak macet, agar bisa mencari tempat mendirikan tenda dome, agar sempat juga mencari spot foto yang bagus.

Sampai si Pura Luhur Poten, kami tidak langsung mendirikan tenda. Kami masuk dan berkeliling di pura. Mencari objek-objek yang bisa kami abadikan. Di dalam pura, ternyata telah ramai. Ada beberapa sesaji yang berasal dari beberapa desa yang berbeda. Ada juga orang-orang yang menata dan menghiasi pura. Tidak ketinggalan juga, para pendatang yang sama penasarannya dengan kami. Tak lama kemudian, datang lagi satu sesaji. Kedatangannya diarak oleh beberapa orang yang membawa obor dan membunyikan musik gong dan seruling seadanya.

Salah satu dukun dari salah satu desa di Tengger.
Salah satu dukun dari salah satu desa di Tengger.
Penduduk Tengger yang menunggu dimulainya Upacara Yajña Kasada.
Penduduk Tengger yang menunggu dimulainya Upacara Yajña Kasada.
Arak-arakan sesaji dari sebuah desa menuju Pura Luhur Poten.
Arak-arakan sesaji dari sebuah desa menuju Pura Luhur Poten.

Setelah merasa puas mengabadikan beberapa manusia dan benda-benda, kami memutuskan mendirikan tenda di dekat motor kami terparkir. Sekalian menjaga motor, katanya. Siapa tahu saja, tiba-tiba motornya jalan sendiri karena kedinginan. Hahaha…

Orang hebat adalah orang-orang yang mampu memanfaatkan waktunya. Dan kami, ingin menjadi orang hebat itu. Caranya? Begini… Karena waktu masih panjang sampai dimulainya acara, kami bergantian tidur. Memanfaatkan waktu agar nanti kuat naik ke kawah gunung Bromo. Kenapa harus bergantian? Ya supaya ada yang membangunkan dan tidak ketinggalan acara. Kan lucu, kalau bangun-bangun ternyata hari sudah terang dan acara selesai, semuanya pun pulang.

Detik-detik Yajña Kasada

Ritual upacara adat Yajña Kasada dimulai pukul 3 dini hari. Dibuka dengan pembacaan sejarah suku Tengger menggunakan bahasa Tengger. Diikuti dengan pembacaan doa oleh masing-masing dukun pandita selama beberapa menit. Kemudian, disambung dengan pembacaan mantra. Sebenarnya, setiap Yajña Kasada, diadakan pengangkatan dukun pandita baru yang sebelumnya sudah diuji. Salah satu ujiannya yaitu menghafalkan dua bait mantra dengan tidak boleh salah maupun terputus. Tapi karena kali ini tidak ada dukun pandita baru yang diangkat, maka mantra tetap dibacakan, hanya saja oleh salah satu dukun pandita yang sudah ada.

Salah satu Dukun Pandita yang membacakan sejarah Tengger menggunakan bahasa Tengger.
Salah satu Dukun Pandita yang membacakan sejarah Tengger menggunakan bahasa Tengger.
Salah satu Dukun, membacakan dua bait mantra tanpa salah dan terputus sebagai salah satu ritual dalam Upacara Yajña Kasada.
Salah satu Dukun, membacakan dua bait mantra tanpa salah dan terputus sebagai salah satu ritual dalam Upacara Yajña Kasada.

Ritual di pura selesai, dan langsung membawa sesaji-sesaji ke kawah gunung Bromo untuk dipersembahkan. Masyarakat Tengger biasa menyebutnya dengan larung sesaji. Tapi karena sudah masuk waktu shubuh, kami menundanya sampai selesai melaksanakan ibadah shubuh. Sebab jika menunggu sampai turun dari kawah, pasti hari sudah sangat terang.

Menuju Kawah Gunung Bromo

Perjalanan menuju kawah gunung Bromo, bisa dikatakan sulit, bisa juga dikatakan mudah. Sulit, karena beberapa dari kami merupakan newbie atau makhluk-makhluk yang masih pertama kalinya naik gunung. Jadi harus beberapa kali berhenti sejenak karena semakin ke atas, oksigen semakin tipis. Mudah, karena menuju kawah gunung Bromo, terdapat tangga untuk naik-turun. Bagi beberapa dari kami yang pemula, itu sangat membantu.

Tangga untuk naik-turun di lereng menuju kawah gunung Bromo.
Tangga untuk naik-turun di lereng menuju kawah gunung Bromo.

Sampai di atas kawah gunung Bromo, ternyata sudah banyak sekali manusia di sana. Sebagian besar adalah pendatang. Sebagian lagi, masyarakat Tengger yang menangkap sesaji yang dilarung di lereng kawah. Tapi kami sedikit kecewa. Kami ingin sekali melihat bagaimana para masyarakat Tengger melarungkan sesaji dan bagaimana mereka yang di bawah sana menangkapnya. Beruntungnya, masih ada satu-dua yang melemparkan sesaji meski hanya sekeresek. Sisanya, kami habiskan waktu dengan mengagumi karya tangan Tuhan di atas bumi Tengger ini.

Di puncak kawah gunung Bromo, sangat padat pengunjung.
Di puncak kawah gunung Bromo, sangat padat pengunjung.
Penduduk Tengger di puncak kawah gunung Bromo dengan ciri khasnya yakni mengenakan kain sarung.
Penduduk Tengger di puncak kawah gunung Bromo dengan ciri khasnya yakni mengenakan kain sarung.
Para penangkap sesaji yang seakan tak kenal takut di lereng kawah gunung Bromo.
Para penangkap sesaji yang seakan tak kenal takut di lereng kawah gunung Bromo.

Turun dari kawah gunung Bromo, matahari sudah bersinar sangat terang. Semakin sering kami berpapasan dengan kuda-kuda yang digunakan untuk membantu pengunjung naik. Tak mau kalah dengan kuda, banyak juga manusia-manusia yang masih akan naik ke atas kawah. Entah untuk sekedar rekreasi, atau untuk melarungkan sesaji. Sebab menurut informasi yang kami dapat, pelarungan sesaji masih akan terus berlangsung selama sehari penuh. Di sini, kami berpisah dengan sahabat-sahabat yang kami jumpai di Eksotika Bromo 2017 dan kemudian menjadi satu penginapan. Mereka, seturun dari kawah, langsung menuju Malang. Sedangkan kami, harus ke penginapan terlebih dulu, untuk mengambil barang-barang yang tidak mungkin dibawa naik ke kawah karena lumayan berat.

Hari semakin siang, matahari bersinar terang.
Hari semakin siang, matahari bersinar terang.

Perjalanan Pulang

Usai berpamitan kepada Pak Karmoyo pemilik penginapan, kami langsung ambil langkah seribu. Pulang, maksudnya. Kami melalui jalur yang sama seperti ketika berangkat. Bahkan sempat berhenti sejenak di tempat peristirahatan yang sama di daerah Poncokusumo. Sampai Malang, kami berpencar. Ada yang tetap di Malang, ada yang langsung ke Mojokerto, ada juga yang langsung cusss… kampung halaman.

Perjalanan kali ini memberikan banyak sekali pelajaran bagi kami. Bahwa keyakinan dan kemantapan hati, itu penting. Seperti ketika melewati lautan pasir. Jika hati tidak mantap, tidak menutup kemungkinan akan kesasar di tengah-tengah hamparan pasir sejauh mata memandang. Kecuali jika Sahabat menyewa jip berikut sopirnya. Bahwa bagaimana ramahnya alam, itu bergantung pada manusia-manusianya. Alam memberikan timbal-balik dari apa yang mereka terima. Jika ingin alam bermurah hati, maka mari hargai dan jaga pemberiannya. Bahwa Bhineka Tunggal Ika di Indonesia raya ini, tak dapat lagi dipungkiri. Adanya Indonesia, ya karena Bhineka Tunggal Ika yang sudah terlebih dahulu menjadi “penduduk” tetapnya. Tidak perlu memaksakan suatu keyakinan kepada penganut keyakinan lain. Hargai saja, dan terima saja. Bertoleransi dan mengharmoni, merupakan cara paling indah untuk menjaganya, Bhineka Tunggal Ika itu.

Ingin Menonton Videonya?

Sahabat pasti penasaran, kan? Memang sih, kalau hanya tulisan itu kurang asyik. Nah, tenang saja dan jangan khawatir Sahabat. Untuk bisa lebih merasakan bagaimana gregetnya Yajña Kasada, kami ada videonya. Yuk, nonton yuk. https://www.youtube.com/watch?v=4zdbonooImM

Nah, bagaimana Sahabat? Perjalanan kami mengasyikkan, bukan? Semoga pengalaman yang kami bagi ini memberikan manfaat. Dan semoga, Yajña Kasada tahun depan, Sabahat bisa sambang ke Bromo bersama kami. Terima kasih atas kesetiaan Sahabat. Sampai jumpa di perjalanan kami selanjutnya. Daaa….. ^^

Om shanti shanti shanti om.

Tinggalkan Balasan