Kalau kalian sering mendengar Pulau Samosir dengan julukan “Pulau di Dalam Pulau”, maka julukan yang tepat untuk Danau Sidihoni berikut adalah “Danau di dalam Danau”. Bukan tanpa alasan menyebutnya begitu, karena memang Danau Sidihoni ini terletak di dalam Pulau Samosir, yang mana Pulau Samosir itu sendiri berada di dalam Danau Toba :D. Semoga kalian tidak bingung dengan penjelasan ini ya, hehehe.
Perjalanan Menuju Danau Sidihoni
Jalan untuk menuju Danau Sidihoni bisa dibilang lumayan jauh, karena pada saat itu, kami menginap di sebuah penginapan yang terletak di Tuktuk Siadong. Jadi, untuk menuju Danau Sidihoni kurang lebih kita menempuh 50 km. Kalau dilihat di peta, kami hampir memutari setengah dari Pulau Samosir itu sendiri. Memang ada rute dengan jarak lebih pendek, akan tetapi tidak disarankan oleh warga setempat, karena medan yang lebih susah.
Perjalanan yang panjang bukan satu-satunya tantangan kami pada hari itu. Cuaca yang mendung menambah rasa was-was kami. Serta medan yang lumayan menantang, membuat laju sepeda motor tidak bisa kencang. Tetapi untuk petunjuk arah, jangan khawatir karena di beberapa persimpangan besar sudah terdapat papan petunjuk objek-objek wisata.
Tapi semua rasa was-was itu hilang ketika kami disuguhkan dengan keindahan panorama dari Danau Sidihoni. Buru-buru kami turun ke bibir danau untuk beristirahat sejenak setelah perjalanan panjang yang kita lalui. Di sini, tidak terlihat seperti tempat wisata sama sekali. Karena ketika kami datang, tidak ada satu pun wisatawan di sana. Yang ada, malah para anak kecil yang asik bermain.
Senyum Para Pasukan Cilik Penunggu Danau Sidihoni
Pada awalnya, saya acuh saja dengan anak-anak kecil yang sepertinya sedang bermain pancing itu. Karena cuaca juga sedikit mendung, jadi saya harus segera mengambil foto udara. Daripada kedahuluan hujan, malah enggak jadi dapat view udara nih. Eh, ternyata ketika saya akan menerbangkan quardcopter saya, mereka tiba-tiba mendekat. Mungkin karena penasaran dengan benda terbang yang satu ini, ya? Berlanjutlah rasa penasaran mereka dengan saya. Mulai dari tanya namanya saya, hingga berebut minta gendong.
Saya sendiri, sih, bukan tipe orang yang bisa mengajak bermain anak kecil. Akan tetapi, karena pada saat itu Om Bukrie sedang membuat timelapse, yang mana bakal kurang bagus hasilnya bilamana adik-adik kecil ini lalu-lalang di depan kamera. Alhasil, saya berusaha membuat mereka bermain dengan saya, mulai dari kenalan, minta gantian gendong, sampai bernyanyi bersama.
Bagi saya, yang membuat rindu akan suatu perjalanan bukan hanya tentang keindahan alam, kebudayaan, atau makanannya. Keramahan penduduk lokal, cerita-cita juga senyum canda-tawa mereka membuat saya selalu rindu untuk melakukan perjalanan. Semua itu yang membuat saya selalu ingat akan perjalanan itu. Hingga terkadang terbersit di kepala, “Bagaimana ya kabar mereka? Pasti sekarang mereka sudah besar.” Semoga masih bisa diberi umur panjang untuk saya bisa kembali ke sana dan menunjukkan foto ini ke mereka. ^_^
Wah keren banget nih, apa ada transportasi umum ya itu?